Dalam penjelasan pada
bab-bab sebelumnya dijelaskan bahwa tujuan penagihan pajak adalah agar
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, diperlukan serangkaian tindakan
yang harus dilaksanakan oleh Jurusita Pajak mulai dari tindakan penerbitan
Surat Teguran atau sejenisnya, kemudian penyampaian surat paksa,
penyampaian surat perintah melakukan penyitaan dan pelaksanaan penyitaan,
penjualan barang hasil penyitaan, sampai dengan tindakan
pencegahan bepergian ke luar negeri dan penyanderaan. Serangkaian
tindakan penagihan pajak tentunya telah diatur dengan prosedur dan urutan
jangka waktu yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Mengingat apabila prosedur penagihan pajak
tidak dilalui sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan akan
menimbulkan masalah yang bisa saja berupa gugatan yang diajukan oleh Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak terhadap tindakan penagihan pajak. Dengan
demikian baik Pejabat maupun Jurusita pajak harus mampu mengurangi risiko
kesalahan yang akan mengakibatkan Penanggung Pajak dapat mengajukan
gugatan di Pengadilan. Prosedur tindakan penagihan pajak dan urutan jangka
waktu merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan penagihan
dalam kondisi normal, dalam arti kata tidak adanya kemungkinan atau
tanda-tanda Wajib Pajak atauPenanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia atau
hal-hal lain yang mengakibatkan tidak adanya jaminan atas pelunasan atas utang
pajak dan biaya penagihan pajak. Dalam rangka menghindari kemungkinan
terjadinya upaya penghindaran dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atas
pelunasan utang pajak dalam kondisi tertentu, Undang-Undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa mengatur mengenai tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang- Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
dan Pasal 1 angka (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan
Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Penagihan
Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh
Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa
Pajak, dan Tahun Pajak. Penagihan Seketika dan Sekaligus diatur dalam Pasal 20
UU KUP, Pasal 6 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tanggal 2 Februari 2008. Penagihan
Seketika dan Sekaligus artinya adalah tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis
pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Dalam kondisi normal, Penagihan
dilaksanakan setelah jatuh tempo pembayaran, didahului dengan penerbitan Surat
Teguran, dilanjutkan tindakan penagihan lainnya, namun dalam hal terjadi hal
hal sebagai berikut:
a. Penanggung Pajak akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak
memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia;
c. terdapat tanda-tanda
bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha, atau menggabungkan usaha,
atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau
yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. badan usaha akan
dibubarkan oleh negara; atau
e. terjadi penyitaan
atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan, maka pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika
dan Sekaligus. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligusdilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung
Pajak.
Dalam hal diketahui oleh
Jurusita Pajak bahwa barang milik Penanggung Pajak akan disita oleh pihak
ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan, atau Penanggung Pajak akan
membubarkan badan usahanya, memekarkan usaha, memindahtangankan perusahaan yang
dimiliki atau dikuasainya, Jurusita Pajak segera melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar
barang milik Penanggung Pajak setelah Surat Paksa diberitahukan. Penjelasan
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menjelaskan
mengenai frase tanda-tanda dalam rumusan di atas adalah petunjuk yang kuat
bahwa Penanggung Pajak mengurangi atau menjual/memindahtangankan
barang-barangnya sehingga tidak ada barang yang akan disita.
Sumber: modul penagihan dan sengketa pajak (Ida Zuraida)
0 komentar:
Posting Komentar