I.
|
Target Pencairan Piutang Pajak dan Indikator Kinerja Utama
A.
|
Komposisi dan Dasar Penetapan
Target Pencairan Piutang Pajak
1.
|
Target pencairan piutang pajak
2012 meliputi Piutang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
|
2.
|
Dasar penetapan target
pencairan piutang pajak mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Estimasi pencairan atas saldo
awal piutang pajak yang mempertimbangkan kualitas piutang pajak
yaitu lancar, kurang lancar dan diragukan serta memperhatikan
besaran penyisihan piutang pajak tak tertagih, dan
b. Estimasi pencairan atas ketetapan yang terbit pada
tahun berjalan berdasarkan persentase rata-rata pencairan piutang
pajak yang dibayar di atas 30 hari atau setelah jatuh tempo
pembayaran atas ketetapan yang terbit pada tahun berjalan selama
tiga tahun terakhir.
|
3.
|
Alokasi Target Pencairan
Piutang Pajak
Untuk efektivitas pencapaian target pencairan, pengukuran dan evaluasi
kinerja penagihan, serta menghindari akumulasi beban tugas pada
akhir tahun, maka pencapaian target pencairan piutang pajak
ditetapkan sebagai berikut:
Triwulan
|
Akumulasi Persentase
Pencapaian Target
|
I
|
25%
|
II
|
55%
|
III
|
85%
|
IV
|
100%
|
|
|
B.
|
Indikator Kinerja Utama
1.
|
Indikator Kinerja Utama (IKU)
terkait penagihan pajak di tingkat Kementerian Keuangan sebagaimana
tertuang dalam Kontrak Kinerja tahun 2012 yang ditandatangani
oleh Direktur Jenderal Pajak dan Menteri Keuangan adalah IKU
Persentase Pencairan Piutang Pajak, yang dihitung dengan formula:
Jumlah pencairan piutang pajak
Jumlah piutang pajak awal tahun
a.
|
Jumlah pencairan piutang
pajak adalah seluruh pembayaran dan pengurangan atas piutang yang
terbit sebelum tahun berjalan, yang terdiri dari:
1)
|
Pembayaran melalui SSP;
|
2)
|
Pembayaran melalui Pbk;
|
3)
|
Pengurangan akibat SK
Pembetulan/Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi, dan SK
Pengurangan atau Pembatalan SKP yang tidak benar;
|
4)
|
Pengurangan akibat SK
Keberatan, Putusan Banding dan Peninjauan Kembali.
|
5)
|
Pengurangan akibat sebab
lain-lain selain hasil rekonstruksi saldo awal sepanjang
didukung dengan Berita Acara Penyesuaian dan dokumen pendukung
yang memadai.
|
|
b.
|
Jumlah piutang pajak awal
tahun adalah saldo awal sesuai dengan hasil rekonsiliasi piutang
pajak nasional untuk tujuan penyusunan Laporan Keuangan Direktorat
Jenderal Pajak Tahun Anggaran 2010 setelah dikurangi
dengan piutang PBB Migas, piutang PBB yang dialihkan dan piutang
yang masuk dalam kategori macet sebagaimana terdapat dalam Laporan
Umur, Kriteria Kualitas, Penyisihan, Usulan Penghapusan dan Penghapusan
Piutang Pajak.
|
|
2.
|
KPP menyampaikan laporan
capaian IKU tiap triwulan paling lambat tanggal 5 bulan berikut
setelah berakhirnya masing-masing triwulan.
|
3.
|
Kanwil DJP agar menelaah
kembali dan melakukan kompilasi laporan capaian IKU masing-masing
KPP di wilayah kerjanya, kemudian mengirimkan kompilasi tersebut
ke Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan paling lambat tanggal 7
bulan berikut setelah berakhirnya masing-masing triwulan.
|
|
|
II.
|
Prioritas, Strategi, dan Monitoring Tindakan Penagihan
A.
|
Prioritas Tindakan Penagihan dan
Prognosis Pencairan Piutang Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008 tentang
Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan maka
prioritas dan strategi tindakan penagihan berlandaskan pada Manajemen
Risiko. Manajemen Risiko adalah pendekatan sistematis untuk menentukan
tindakan terbaik dalam kondisi ketidakpastian. Risiko adalah segala
sesuatu yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur
berdasarkan kemungkinan dan dampaknya. Manajemen risiko penagihan
pajak diterapkan dalam menentukan prioritas tindakan penagihan untuk
membantu pencapaian sasaran strategis fungsi penagihan pajak. Analisis
risiko terhadap ketidaktertagihan piutang pajak merupakan bagian dari
manajemen risiko penagihan pajak.
Dalam rangka menetapkan prioritas tindakan penagihan pajak maka :
1.
|
KPP diwajibkan melakukan
Analisis Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak dengan berpedoman
pada Tabel Parameter Analisis Risiko Ketidaktertagihan Piutang
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini;
|
2.
|
Analisis Risiko
Ketidaktertagihan Piutang Pajak dituangkan dalam Kertas Kerja
Analisis Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak dengan menggunakan
format pada Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
|
3.
|
Kertas Kerja Analisis Risiko
Ketidaktertagihan Piutang Pajak adalah kertas kerja yang memuat
analisis terhadap karakteristik piutang pajak dan karakteristik Wajib
Pajak-nya untuk menilai risiko ketidaktertagihan piutang pajak;
|
4.
|
Kertas Kerja Analisis Risiko
Ketidaktertagihan Piutang Pajak dibuat minimal satu kali dalam satu
tahun dan dievaluasi dalam tahun berjalan. Kertas Kerja Analisis
Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak merupakan bagian dari Kertas
Kerja Penagihan (KKP);
|
5.
|
Pada prinsipnya Kertas Kerja
Analisis Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak wajib dibuat untuk
seluruh Wajib Pajak yang memiliki hutang pajak yang signifikan,
namun untuk tahun 2012 hanya dibuat untuk 100 Wajib Pajak yang
memiliki utang pajak terbesar;
|
6.
|
KPP mengelompokkan 100 Wajib
Pajak tersebut berdasarkan total skor dari Kertas Kerja Analisis
Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak dan menjadi dasar skala
prioritas tindakan penagihan pajak. Pengelompokan Wajib Pajak
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
|
Prioritas I
|
:
|
kelompok Wajib Pajak yang
memiliki risiko ketidaktertagihan piutang pajak rendah (total skor
> 70),
|
b.
|
Prioritas II
|
:
|
kelompok Wajib Pajak yang
memiliki risiko ketidaktertagihan piutang pajak sedang (40 <
total skor < 70),
|
c.
|
Prioritas III
|
:
|
kelompok Wajib Pajak yang
memiliki risiko ketidaktertagihan piutang pajak tinggi (total skor
< 40),
|
|
7.
|
Berdasarkan Kertas Kerja
Analisis Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak atas 100 Penunggak
Pajak terbesar tersebut, KPP menyusun Daftar Prioritas Tindakan
Penagihan Pajak (100 Wajib Pajak) dengan menggunakan format pada
Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
|
8.
|
Khusus untuk Wajib Pajak dalam
Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak yang memiliki piutang
pajak yang akan daluwarsa dalam tahun berjalan maka Wajib
Pajak tersebut dimasukkan dalam kelompok prioritas I dengan
mengabaikan total skor yang dimiliki;
|
9.
|
KPP wajib membuat Prognosis
Pencairan Piutang Pajak dan Rencana Kegiatan Penagihan dengan
menjadikan Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak sebagai acuan utama;
|
10.
|
Prognosis Pencairan Piutang
Pajak dan Rencana Kegiatan Penagihan dibuat dengan menggunakan
format pada Lampiran IV dan V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
|
11.
|
Prognosis Pencairan Piutang
Pajak dan Rencana Kegiatan Penagihan tersebut agar disampaikan ke
Kantor Wilayah (Kanwil) DJP atasannya untuk selanjutnya Kanwil
DJP menyampaikan ke Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dengan
menggunakan format pada Lampiran VI dan VII Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini;
|
12.
|
Laporan Realisasi Prognosis
Pencairan Piutang Pajak dilaporkan ke Kanwil atasannya setiap
tanggal 5 bulan berikutnya dengan menggunakan format pada Lampiran
VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
|
13.
|
Terhadap Wajib Pajak yang
tidak termasuk dalam Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak (100
Wajib Pajak) akan tetapi utang pajaknya akan daluwarsa dalam
tahun berjalan maka tindakan penagihan pajak tetap dilakukan.
|
|
B.
|
Strategi Tindakan Penagihan pada
Kantor Pelayanan Pajak
1.
|
Penyusunan Kertas Kerja
Penagihan (KKP)
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan dan monitoring
tindakan penagihan maka KPP wajib menyusun Kertas Kerja Penagihan
(KKP). Kertas Kerja Penagihan (KKP) adalah kertas kerja yang disusun
dalam rangka penagihan piutang pajak sebagai dokumentasi atas
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penagihan pajak.
a.
|
Kertas Kerja Penagihan (KKP)
terdiri dari :
1)
|
Kertas Kerja Analisis
Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak (KKARKPP);
|
2)
|
Daftar Prioritas Tindakan
Penagihan Pajak (DPTPP);
|
3)
|
Prognosis Pencairan
Piutang Pajak;
|
4)
|
Rencana Kegiatan
Penagihan;
|
5)
|
Laporan Realisasi
Prognosis Pencairan Piutang Pajak;
|
6)
|
Kertas Kerja Monitoring
Piutang Pajak yang akan Daluwarsa.
|
|
b.
|
Dalam rangka penyusunan
Kertas Kerja Analisis Risiko Ketidaktertagihan Piutang Pajak, KPP
wajib membuat profil Wajib Pajak dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1)
|
mendokumentasikan tindakan
penagihan yang telah dilakukan (contoh: foto situasi pada saat
memberitahukan Surat Paksa, foto situasi pada saat melakukan
penyitaan, foto aset yang disita);
|
2)
|
mengkonfirmasi kebenaran
data aset kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau pihak terkait
supaya lebih efektif dalam tahapan penagihan selanjutnya;
|
3)
|
mengumpulkan data dan
informasi tentang Wajib Pajak/Penanggung Pajak dari media
cetak/online/elektronik dan media lainnya
serta mendokumentasikan hasilnya (contoh : print out informasi
yang diperoleh dari internet, foto-foto aset, foto Wajib
Pajak/Penanggung Pajak;
|
4)
|
melakukan koordinasi
antarseksi di KPP dalam rangka penyusunan profil Wajib Pajak
tersebut;
|
5)
|
mengumpulkan data dan
informasi dari pihak ketiga, antara lain :
a)
|
Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mendapatkan copy Kartu
Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk atas Wajib Pajak/Penanggung
Pajak;
|
b)
|
Badan
Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendapatkan data kepemilikan
aset tanah dan/atau bangunan atas Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
|
c)
|
Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan copy akta
pendirian dan perubahan pengurus perusahaan (Penanggung
Pajak);
|
d)
|
Notaris
untuk mendapatkan copy akta pendirian dan perubahan pengurus
perusahaan (Penanggung Pajak);
|
e)
|
Dinas
Perindustrian dan Perdagangan untuk mendapatkan data perizinan
usaha;
|
f)
|
Dinas
Tenaga Kerja untuk mendapatkan data tenaga kerja orang asing
sebagai Penanggung Pajak;
|
g)
|
Bursa
Efek Indonesia untuk mendapatkan data atas Wajib Pajak yang
telah masuk bursa (go public);
|
h)
|
Instansi/lembaga
atau badan usaha lainnya.
|
|
|
c.
|
Profil Wajib Pajak disusun
dengan menggunakan format pada Lampiran IX Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini.
|
|
2.
|
Strategi Umum Penagihan atas
Piutang Pajak
a.
|
KPP melaksanakan tindakan
penagihan dengan mengacu pada Daftar Prioritas Tindakan Penagihan
Pajak;
|
b.
|
KPP melakukan himbauan dan
komunikasi intensif kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
|
c.
|
KPP mengintensifkan
penelusuran keberadaan aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
|
d.
|
KPP memprioritaskan tindakan
penyitaan atas harta kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang
tersimpan pada bank, dengan terlebih dahulu melakukan pemblokiran
rekening Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
|
e.
|
KPP segera mengupayakan
penyitaan atas harta kekayaan milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak
lainnya;
|
f.
|
Dalam hal terdapat indikasi
Penanggung Pajak sering bepergian ke luar negeri maka KPP
mengusulkan pencegahan Penanggung Pajak bepergian ke luar negeri;
|
g.
|
Apabila setelah dilakukan
tindakan penagihan sebagaimana tersebut di atas utang Wajib
Pajak/Penanggung Pajak belum lunas maka KPP melakukan pemanggilan
kepada Penanggung Pajak dengan tujuan untuk lebih
memastikan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak;
|
h.
|
Pemanggilan Penanggung Pajak
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dijadwalkan secara terencana
dan dapat dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Kanwil DJP
atasannya;
|
i.
|
Dalam hal Wajib
Pajak/Penanggung Pajak tidak menunjukkan itikad baik
dalam melunasi utang pajaknya, maka KPP dapat mengusulkan
penyanderaan;
|
j.
|
Usulan penyanderaan
sebagaimana dimaksud pada huruf i) dilakukan selektif dengan
memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara lain :
1)
|
Memenuhi persyaratan
kualitatif dan kuantitatif sebagaimana diatur dalam UU
PPSP;
|
2)
|
Status upaya hukum atas
ketetapan pajak sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in
kracht);
|
3)
|
Tindakan penagihan telah
dilakukan secara optimal, dan penyanderaan merupakan upaya
penagihan terakhir;
|
4)
|
Terdapat validitas data
mengenai status/legalitas Penanggung Pajak dalam kedudukannya selaku
Penanggung Pajak suatu badan usaha;
|
5)
|
Data dan dokumen penagihan
lengkap dan akurat;
|
6)
|
Terdapat data yang akurat
mengenai likuiditas Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
|
7)
|
Telah dilakukan pengamatan
terhadap Penanggung Pajak.
|
|
k.
|
Terhadap Wajib Pajak yang
tidak termasuk dalam Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak,
KPP menindaklanjuti tindakan penagihan dalam hal terdapat data
atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak/Penanggung
Pajak dapat melunasi utang pajaknya.
|
|
3.
|
Strategi Penagihan atas
Piutang Pajak yang Akan Daluwarsa dalam Tahun Berjalan
a.
|
KPP melakukan inventarisasi
piutang pajak yang akan daluwarsa dalam tahun berjalan dan
dituangkan dalam Kertas Kerja Monitoring Piutang Pajak yang Akan
Daluwarsa dengan menggunakan format pada Lampiran X Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
|
b.
|
Atas hasil inventarisasi
sebagaimana tersebut dalam huruf a, KPP agar segera:
1)
|
melakukan koordinasi
secara intensif dengan pihak lain dalam rangka penelusuran
terhadap keberadaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dan asetnya;
|
2)
|
melakukan tindakan
penagihan secara intensif dan optimal.
|
|
|
4.
|
Strategi Penagihan atas
Piutang pajak yang Wajib Pajaknya Memiliki Tanda-Tanda Kepailitan,
Dalam Proses Pailit, atau Telah Selesai Proses Kepailitannya
a.
|
Dalam hal terdapat
tanda-tanda kepailitan, seperti telah terdapat putusan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pemberitaan media massa, atau
informasi lainnya maka tindakan penagihan yang sedang
dilaksanakan segera dimaksimalkan sebelum terdapat putusan pailit,
dan dalam hal Surat Paksa belum diberitahukan, terlebih dahulu
dilakukan penagihan seketika dan sekaligus;
|
b.
|
Dalam hal KPP memperoleh
informasi mengenai Wajib Pajak yang telah dipailitkan dengan
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri maka informasi
tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan :
1)
|
Mengirimkan surat kepada
Kurator dengan tembusan Hakim Pengawas, Kanwil DJP, Direktorat
Peraturan Perpajakan II, dan Direktorat Pemeriksaan dan
Penagihan yang menginformasikan :
a)
|
Jumlah
seluruh piutang pajak dengan melampirkan salinan Surat Paksa;
|
b)
|
Ketentuan
yuridis perpajakan yang berlaku antara lain Pasal 21 UU KUP,
dan Pasal 10 ayat (5) UU PPSP;
|
c)
|
Kedudukan
negara yang memiliki hak mendahulu kepada Kurator dan Hakim
Pengawas.
|
|
2)
|
Menghadiri rapat
verifikasi pajak dan/atau pencocokan piutang dengan tujuan
memastikan kembali kepada Kurator dan Hakim Pengawas mengenai
besarnya piutang pajak Wajib Pajak yang dinyatakan pailit;
|
3)
|
Melakukan upaya hukum
berupa keberatan, kasasi dan/atau peninjauan kembali, dalam hal
KPP mendapat pembagian harta pailit yang tidak sesuai dengan
jumlah piutang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
|
|
c.
|
Setelah proses pemberesan
harta pailit Wajib Pajak telah selesai namun piutang pajak Wajib
Pajak belum seluruhnya terbayarkan dari harta pailit, maka
KPP wajib melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap
Penanggung Pajak Wajib Pajak pailit tersebut;
|
d.
|
Dalam menindaklanjuti dan
menangani proses perkara kepailitan sebagaimana tersebut dalam
huruf a, b, dan c, KPP berkoordinasi dengan SubBagian
Bantuan Hukum dan Pelaporan Kanwil DJP atasannya dan melaporkan
perkembangannya kepada Direktorat Peraturan Perpajakan II serta
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
|
|
5.
|
Strategi Penagihan atas
Piutang Pajak yang Wajib Pajaknya Memiliki Tanda-Tanda Akan
Dilikuidasi/Dibubarkan, atau Dalam Proses Likuidasi/Dibubarkan :
a.
|
Dalam hal terdapat
tanda-tanda Wajib Pajak akan dilikuidasi/dibubarkan, diantaranya
Wajib Pajak tidak lagi melaksanakan kegiatan usaha,
terdapat penghentian hubungan kerja kepada sejumlah besar
buruh/karyawan, berita media massa dan/atau informasi lainnya maka
tindakan penagihan yang sedang dilaksanakan segera dimaksimalkan
sebelum terdapat likuidasi atau pembubaran. Dalam hal Surat Paksa
belum diberitahukan, terlebih dahulu dilakukan penagihan seketika
dan sekaligus;
|
b.
|
Dalam hal terdapat informasi
mengenai Wajib Pajak yang dilikuidasi/dibubarkan maka informasi
tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat
kepada Tim likuidasi yang menginformasikan :
1)
|
Jumlah seluruh piutang
pajak dengan melampirkan salinan Surat Paksa,
|
2)
|
Ketentuan yuridis
perpajakan yang berlaku antara lain Pasal 21 UU KUP, dan Pasal
10 ayat (5) UU PPSP,
|
|
c.
|
Setelah proses likuidasi
berakhir dan atas piutang pajak Wajib Pajak belum seluruhnya
terbayarkan dari aset Wajib Pajak likuidasi maka KPP
wajib melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap Penanggung
Pajak;
|
d.
|
Dalam menindaklanjuti dan
menangani proses perkara likuidasi/pembubaran sebagaimana tersebut
di atas, KPP berkoordinasi dengan SubBagian Bantuan Hukum dan
Pelaporan Kanwil DJP atasannya dan melaporkan
perkembangannya kepada Direktorat Peraturan Perpajakan II serta
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
|
|
6.
|
Strategi Penagihan atas
Piutang Pajak yang Wajib Pajaknya Terkait Dalam Aksi Korporasi
Berupa Penggabungan dan Peleburan Usaha
a.
|
Yang dimaksud dengan aksi
korporasi berupa penggabungan dan peleburan usaha adalah aksi
korporasi yang melibatkan dua atau lebih Wajib Pajak
yang terdaftar pada satu atau lebih KPP, dimana aksi korporasi
tersebut menyebabkan satu Wajib Pajak tetap berdiri secara hukum
atau menyebabkan munculnya satu Wajib Pajak baru, dan mengakibatkan
Wajib Pajak lain yang terkait aksi korporasi tersebut berakhir
secara hukum;
|
b.
|
KPP yang Wajib Pajaknya
terkait dalam aksi korporasi berupa penggabungan dan peleburan
usaha wajib melakukan koordinasi dengan KPP lain dimana Wajib
Pajak lain yang terkait dalam aksi korporasi tersebut terdaftar;
|
c.
|
KPP yang Wajib Pajaknya
terkait dalam aksi korporasi berupa penggabungan dan peleburan
usaha wajib mendapatkan akta notaris yang mendukung aksi korporasi
tersebut;
|
d.
|
KPP yang Wajib Pajaknya
berakhir status hukumnya sebagai akibat aksi korporasi berupa
penggabungan dan peleburan usaha wajib mengirimkan berkas
penagihan atas Wajib Pajak tersebut kepada KPP lain yang
Wajib Pajaknya tetap berdiri secara hukum atau kepada KPP lain
tempat Wajib Pajak baru terdaftar sebagai akibat dari aksi
korporasi tersebut.
|
|
|
C.
|
Monitoring dan Bimbingan
Kegiatan Penagihan oleh Kanwil DJP
1.
|
Program Monitoring dan
Bimbingan Kegiatan Penagihan
Dalam rangka optimalisasi pencapaian target pencairan piutang pajak
Kanwil DJP wajib menyusun Program Monitoring dan Bimbingan Kegiatan
Penagihan yang merupakan rencana kerja monitoring dan bimbingan
kegiatan penagihan piutang pajak yang dilaksanakan oleh KPP selama
satu tahun. Program monitoring dan Bimbingan Kegiatan Penagihan
dibuat dengan menggunakan format pada Lampiran XI Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. Program Monitoring dan Bimbingan
Kegiatan Penagihan merupakan bagian dari Kertas Kerja Bimbingan
Penagihan (KKBP).
Program monitoring dan bimbingan kegiatan penagihan dilaksanakan dengan
langkah-langkah berikut :
a.
|
Melakukan reviu atas Kertas
Kerja Penagihan (KKP) yang dibuat oleh KPP. Reviu tersebut
dituangkan dalam Kertas Kerja Reviu (KKR) dengan menggunakan
format pada Lampiran XII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
Reviu atas Kertas Kerja Penagihan (KKP) dilaksanakan minimal 1
(satu) kali dalam satu tahun;
|
b.
|
Pelaksanaan reviu atas
Kertas Kerja Penagihan (KKP) ditutup dengan Berita Acara Reviu
dengan menggunakan format pada Lampiran XIII Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini;
|
c.
|
Perbaikan terhadap Kertas
Kerja Penagihan (KKP) dapat dilakukan berdasarkan hasil reviu oleh
Kanwil DJP;
|
d.
|
Membuat Daftar 100 Prioritas
Penagihan Pajak berdasarkan Daftar Prioritas Tindakan Penagihan
Pajak yang dibuat KPP dengan berpedoman pada Lampiran XIV Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak ini;
|
e.
|
Daftar 100 Prioritas
Penagihan Pajak disusun berdasarkan prioritas teratas dari Daftar
Prioritas Tindakan Penagihan Pajak yang dibuat oleh KPP
dengan proporsi pembagian yang seimbang;
|
f.
|
Kanwil DJP menginstruksikan
dan melakukan pengawasan secara intensif kepada KPP untuk
melakukan tindakan penagihan secara optimal terhadap piutang pajak
yang akan daluwarsa;
|
g.
|
Melakukan pemantauan
terhadap proses tindakan penagihan dan pencairan piutang pajak
yang termasuk dalam Daftar 100 Prioritas Penagihan Pajak
dan memberikan pendapat atas permasalahan yang dihadapi oleh KPP
serta melakukan bedah profil Wajib Pajak tersebut;
|
h.
|
Melakukan pengawasan atas
pelaksanaan tindakan penagihan oleh KPP terhadap piutang pajak
yang Wajib Pajak/Penanggung Pajak-nya :
1)
|
memiliki tingkat
likuiditas keuangan tinggi (memiliki kemampuan membayar) atau
piutang pajak memiliki kriteria lancar;
|
2)
|
memiliki kemampuan
membayar namun tidak kooperatif dalam pembayaran utang pajaknya.
Dalam hal KPP bermaksud mengusulkan penyanderaan, maka terlebih
dahulu Kanwil DJP melakukan penelitian atas usulan tersebut,
untuk selanjutnya dilakukan pembahasan tindakan penyanderaan;
|
3)
|
menunjukkan tanda-tanda
kepailitan, dalam proses pailit, atau telah selesai proses
kepailitannya; dan
|
4)
|
menunjukkan tanda-tanda
akan dilikuidasi/dibubarkan, atau dalam proses
likuidasi/pembubaran.
|
|
i.
|
Melaksanakan pengawasan
melekat untuk mencegah terjadinya kesalahan prosedur atau
penyalahgunaan wewenang dan jabatan dalam pelaksanaan tindakan
penagihan;
|
j.
|
Membuat standar kinerja
Jurusita Pajak dalam pelaksanaan kegiatan penagihan aktif, yaitu
penetapan jumlah tindakan penagihan minimal yang
harus dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dalam tahun berjalan,
meliputi jumlah :
1)
|
Pemberitahuan Surat Paksa;
|
2)
|
Pelaksanaan SPMP;
|
3)
|
Pelaksanaan pemblokiran
dalam rangka penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang
tersimpan pada bank;
|
4)
|
Pelaksanaan lelang;
|
5)
|
Pelaksanaan pencegahan
Penanggung Pajak berpergian ke luar negeri; dan
|
6)
|
Pelaksanaan penyanderaan.
|
Dalam menetapkan standar
kinerja tersebut, Kanwil DJP perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti
kuantitas Jurusita Pajak, karakter Wajib Pajak/Penanggung Pajak,
kriteria kualitas piutang pajaknya, dan memperhatikan kondisi
geografis setiap KPP di wilayah kerjanya;
|
k.
|
Melakukan pemetaan atas
jumlah Jurusita Pajak, jumlah pegawai KPP yang telah lulus
pendidikan dan pelatihan (diklat) khusus Jurusita Pajak,
dan kebutuhan Jurusita Pajak pada masing-masing KPP. Apabila terdapat
KPP yang tidak memiliki Jurusita Pajak atau membutuhkan tambahan
Jurusita Pajak, maka Kanwil DJP segera menginstruksikan KPP untuk
mengangkat pegawai yang telah lulus diklat Jurusita Pajak menjadi
Jurusita Pajak di seksi Penagihan dan mengusulkan diklat bagi pegawai
yang memiliki kualifikasi sebagai Jurusita Pajak;
|
l.
|
Memantau dan menyampaikan
data/berita Wajib Pajak pailit yang ada di surat kabar melalui
Portal Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dengan alamat http://10.254.12.23 menu
Forum Penagihan Aktif agar bisa ditindaklanjuti oleh KPP dimana
Wajib Pajak Pailit tersebut terdaftar.
|
|
2.
|
Penyusunan Kertas Kerja
Bimbingan Penagihan (KKBP)
Kanwil DJP wajib menyusun Kertas Kerja Bimbingan Penagihan (KKBP) yang
merupakan induk program monitoring dan bimbingan kegiatan penagihan
pajak yang dilaksanakan oleh KPP. Kertas Kerja Bimbingan Penagihan
(KKBP) disusun untuk mendokumentasikan setiap langkah monitoring dan
bimbingan kegiatan penagihan.
Kertas Kerja Bimbingan Penagihan (KKBP) terdiri dari :
a.
Program Monitoring dan
Bimbingan Kegiatan Penagihan
b. Kertas Kerja Reviu (KKR)
c.
Berita Acara Reviu
d. Prognosis Pencairan Piutang Pajak
e.
Rencana Kegiatan Penagihan
f.
Daftar 100 Prioritas Penagihan
Pajak
|
|
|
III.
|
Tertib Administrasi
A.
|
Penataan Berkas Penagihan
Sebagai kesinambungan kebijakan penagihan sebelumnya, KPP berkewajiban
untuk :
1.
|
Menyelesaikan penyediaan
tempat/ruangan khusus untuk penyimpanan rumah berkas penagihan.
Tempat/ruangan berkas tersebut setidaknya memenuhi
standar penyimpanan antara lain terbuat dari bahan yang kuat, tahan
lama, serta dilengkapi dengan sistem pengaman seperti kunci lemari
dan kunci ruangan. Bagi KPP yang belum mengalokasikan anggaran untuk
penyediaan tempat/ruangan khusus dalam DIPA KPP Tahun 2012 wajib
mengalokasikan anggaran untuk keperluan tersebut pada DIPA KPP Tahun
2013;
|
2.
|
Menyelesaikan pembuatan rumah
berkas penagihan per Wajib Pajak, yang masing-masing berisi dokumen asli
berupa :
a.
|
Seluruh surat ketetapan
pajak, termasuk :
1)
|
STP, STP PBB;
|
2)
|
Keputusan/Putusan atas
upaya hukum, yaitu :
a)
|
Keputusan
Keberatan;
|
b)
|
Keputusan
Pembetulan (Pasal 16 UU KUP);
|
c)
|
Keputusan
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan
pengurangan dan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang
tidak benar (Pasal 36 UU KUP);
|
d)
|
Putusan
Banding;
|
e)
|
Putusan
Peninjauan Kembali;
|
f)
|
Putusan
Gugatan.
|
|
|
b.
|
Seluruh bukti pembayaran
tunggakan pajak dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang antara lain
berupa :
1)
|
Surat Setoran Pajak (SSP);
|
2)
|
Surat Tanda Terima Setoran
(STTS);
|
3)
|
SSP PBB; dan
|
4)
|
print out MPN/hasil
konfirmasi bank.
|
|
c.
|
Bukti Pemindahbukuan (Pbk);
|
d.
|
Berkas/dokumen tindakan
penagihan antara lain meliputi :
1)
|
Surat Perintah Penagihan
Seketika dan Sekaligus;
|
2)
|
Surat Teguran;
|
3)
|
Surat Paksa;
|
4)
|
Berita Acara Pemberitahuan
Surat Paksa;
|
5)
|
Laporan Pelaksanaan Surat
Paksa;
|
6)
|
Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan;
|
7)
|
Berita Acara Pelaksanaan
Sita;
|
8)
|
Lampiran Berita Acara
Pelaksanaan Sita;
|
9)
|
Berkas Pemblokiran;
|
10)
|
Berita Acara Persetujuan
Pengalihan Hak;
|
11)
|
Pemberitahuan Penyitaan
Piutang;
|
12)
|
Pencabutan Sita;
|
13)
|
Permintaan Jadwal Waktu
dan Tempat Pelelangan;
|
14)
|
Berkas Pencegahan;
|
15)
|
Berkas Penyanderaan.
|
|
e.
|
Berkas/dokumen penagihan
lainnya :
1)
|
profil Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada poin II.B angka 1 huruf c;
|
2)
|
dokumen-dokumen pendukung
terkait dengan seluruh tindakan penagihan aktif, diantaranya
surat permintaan informasi kepada instansi pemerintah lainnya,
surat kepada kurator, surat kepada pihak ketiga lainnya, dll;
|
3)
|
data, informasi, dan
dokumen-dokumen lain mengenai Wajib Pajak/Penanggung Pajak
diantaranya copy akta pendirian perusahaan, print out informasi
yang diperoleh dari internet, foto-foto aset milik
Wajib Pajak/Penanggung Pajak, foto Wajib Pajak/Penanggung Pajak,
dll.
|
|
f
|
Wajib Pajak PBB yang tidak
mempunyai NPWP, dibuatkan rumah berkas tersendiri per Nomor Objek
Pajak (NOP) dengan perincian berkas sesuai dengan huruf a s.d. e
tersebut di atas. Berkas/dokumen yang tersimpan dalam rumah berkas
tersebut di atas disusun sesuai dengan tahun pajaknya.
|
|
3.
|
Melakukan scanning atas :
a.
|
setiap kohir dalam bentuk
image, kemudian diberi nama yang sama dengan nomor kohirnya, dan
disimpan ke dalam CD. Setiap 1 (satu) CD hanya berisi kohir yang
terbit pada tanggal dan tahun terbit yang sama;
|
b.
|
setiap keputusan/putusan
upaya hukum Wajib Pajak dalam bentuk image, kemudian diberi nama
yang sama dengan nomor keputusan/putusan, dan disimpan kedalam CD.
Setiap 1 (satu) CD hanya berisi 1 (satu) jenis putusan dari upaya
hukum (misal hanya berisi "Keputusan Keberatan" saja atau
hanya berisi "Putusan Banding" saja);
|
c.
|
setiap tindakan penagihan
dalam bentuk image, kemudian diberi nama yang sama dengan nomor
surat tindakan penagihan, dan disimpan ke dalam CD. Setiap 1
(satu) CD hanya berisi 1 (satu) jenis tindakan penagihan (misal
hanya berisi "Surat Paksa" saja atau hanya berisi
"SPMP" saja).
|
|
4.
|
Menyediakan lemari yang
memadai untuk penyimpanan CD yang berisi softcopy hasil scanning
kohir, putusan upaya hukum Wajib Pajak, dan dokumen tindakan
penagihan sebagaimana tersebut pada angka 3;
|
5.
|
Menunjuk petugas khusus di
Seksi Penagihan sebagai penanggung jawab penyimpanan dan pengawasan
arus keluar masuk dokumen/berkas/CD. Nama petugas penanggung jawab
tempat/ruangan berkas disampaikan ke Kanwil DJP atasannya, demikian
juga apabila terdapat pergantian petugas penanggung jawab tersebut.
Bagi KPP yang belum memiliki lemari/tempat berkas, scanner, dan sarana
lainnya agar diusulkan dalam DIPA KPP. Apabila KPP mengalami
kesulitan dalam pengadaan tersebut maka Kanwil diharapkan membantu
pengadaannya, dengan mengalokasikannya melalui DIPA Kanwil DJP.
|
|
B.
|
Penataan Kertas Kerja Penagihan
(KKP)
1.
|
Menyusun dan
mengadministrasikan Kertas Kerja Penagihan (KKP) dengan rapi dalam 1
(satu) odner khusus sebagai dasar evaluasi dan monitoring tindakan
penagihan piutang pajak;
|
2.
|
Membuat Berita Acara Serah
Terima Kertas Kerja Penagihan (KKP) dalam hal terjadi mutasi Kepala
Seksi Penagihan dengan menggunakan format pada Lampiran XV
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|
C.
|
Laporan Rutin Piutang Pajak
Dalam upaya menyajikan informasi yang akurat pada setiap penyusunan laporan
rutin penagihan, KPP dan/atau Kanwil DJP wajib memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1.
|
Penyusunan Laporan
Perkembangan Piutang Pajak
a.
|
Dalam penyusunan Laporan
Perkembangan Piutang Pajak memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)
|
Laporan Perkembangan
Piutang Pajak wajib didukung dengan kertas kerja sebagaimana
diatur dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor
S-643/PJ.04/2011 tanggal 8 Juli 2011 tentang Panduan Penerapan
SPI dalam Penyusunan Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
|
2)
|
Memperhatikan kesesuaian
saldo antar bulan, kesinambungan, dan ketepatan waktu dalam
penyusunan Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
|
3)
|
pengurang piutang yang
berasal dari Surat Setoran Pajak (SSP) menggunakan data
MPN sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak
Nomor PER-147/PJ/2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan
Negara;
|
4)
|
pengurang piutang yang
berasal dari kompensasi utang pajak atau pemindahbukuan (Pbk)
mengacu kepada Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak (SKPKPP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2011 tentang
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2011 tentang
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak dan Surat
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor
S-1293/PJ.04/2011 tentang Penegasan Terkait Pengakuan atas
Penambahan dan Pengurangan Piutang Pajak.
|
|
b.
|
Untuk mendukung validitas
dan keakuratan penyusunan Laporan Perkembangan Piutang Pajak,
diminta kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
mengirimkan data pembayaran piutang pajak dari MPN untuk
piutang selain PBB kepada Kepala Seksi Penagihan, dengan kode
jenis setoran 3xx. Data MPN tersebut dikirim secara berkala setiap
minggu. Apabila data MPN belum diterima dalam waktu yang
ditentukan, Kepala Seksi Penagihan dapat bertindak proaktif dan
meminta data dimaksud ke Seksi PDI;
|
c.
|
Kepala Seksi Penagihan
setelah menerima data MPN sebagaimana huruf b di atas, secara
periodik melakukan rekonsiliasi data MPN tersebut dengan
Nilai pengurang piutang pajak khususnya yang berasal dari SSP
dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
|
d.
|
Untuk mendukung validitas
dan keakuratan penyusunan Laporan Perkembangan Piutang Pajak di
tingkat KPP, diminta kepada Bidang Pengurangan Keberatan dan
Banding di masing-masing Kanwil DJP agar setiap bulan
menyampaikan data banding, keberatan dan non keberatan
(pembetulan, pengurangan, penghapusan dan pembatalan) kepada
Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dan untuk
selanjutnya ditindaklanjuti sebagaimana telah diuraikan dalam
Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-013/PJ.04/2012 tentang
Instruksi Penurunan Data Banding, Keberatan dan Non Keberatan
(pembetulan, pengurangan, penghapusan dan pembatalan) untuk Tujuan
Penyusunan Laporan Keuangan Tahunan DJP Tahun Anggaran 2011.
|
|
2.
|
Laporan Perkembangan Piutang
dan Kegiatan Penagihan PBB
a.
|
Dalam penyusunan Laporan
Perkembangan Piutang dan Penagihan PBB memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1)
|
sebagai dasar penyajian
data piutang PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dalam
laporan keuangan, nilai piutang akhir PBB P2 dalam Laporan
Perkembangan Piutang dan Kegiatan Penagihan PBB adalah nilai
piutang PBB P2 menurut negative list dalam basis data SISMIOP
yang telah disesuaikan dengan data pengurangan dan penambahan
yang belum tercatat dalam basis data SISMIOP;
|
2)
|
termasuk dalam data
pengurangan sebagaimana dimaksud pada angka 1) di atas, antara
lain data penerimaan PBB baik berdasarkan MPN maupun BO III yang
belum diketahui rincian STTS dan NOP-nya sehingga belum tercatat
dalam basis data SISMIOP;
|
3)
|
termasuk dalam data
penambahan sebagaimana dimaksud pada angka 1), antara lain data
penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) PBB P2 yang diterbitkan secara manual dan belum tercatat
dalam basis data SISMIOP;
|
4)
|
memperhatikan kesesuaian
saldo antar bulan, kesinambungan, dan ketepatan waktu dalam
penyusunan Laporan Perkembangan Piutang dan Kegiatan Penagihan
PBB.
|
|
b.
|
Dalam penyusunan Laporan
Perkembangan Piutang dan Kegiatan Penagihan PBB, pengurang piutang
yang berasal dari STTS/SSP PBB/PBB elektronik/Bukti Bayar Lainnya
mengacu kepada data penerimaan PBB dalam Laporan Evaluasi
Penerimaan yang dilaporkan oleh Seksi PDI;
|
c.
|
Untuk tujuan menghasilkan
data penerimaan PBB dalam Laporan Evaluasi penerimaan sebagaimana
dimaksud pada huruf b di atas, diminta kepada Seksi PDI untuk
membuat kertas kerja dan mengadministrasikan dokumen
sumber penerimaan PBB dalam rangka melakukan pengawasan dan
rekonsiliasi data penerimaan PBB melalui masing-masing Bank/Pos
Tempat Pembayaran, MPN dan BO III;
|
d.
|
Apabila terdapat perbedaan
antara MPN dan BO III, diminta kepada Seksi PDI agar
menindaklanjutinya sebagaimana diatur dalam Surat Direktur
Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Nomor S-27/PJ.08/2012 tentang
Tindak Lanjut Kegiatan Penyusunan Laporan Keuangan DJP terkait
terkait Data Penerimaan PBB Tahun Anggaran 2011;
|
e.
|
Seksi PDI setiap bulan
meneliti perbedaan antara nilai pengurang piutang sebagaimana
dimaksud pada huruf b di atas dengan nilai pembayaran PBB
yang tercatat dalam basis data SISMIOP untuk mengidentifikasi
nilai penerimaan PBB yang belum tercatat dalam basis data SISMIOP.
Terhadap penerimaan PBB yang diketahui rincian NOP dan STTS-nya
tersebut agar ditindaklanjuti dengan pemeliharaan basis data dalam
rangka pemutakhiran piutang PBB P2 yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2012 tentang
Pemeliharaan Basis Data Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka
Pemutakhiran Data Piutang Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan;
|
f.
|
Khusus untuk piutang PBB P2
yang termasuk dalam Buku IV dan V, KPP wajib membuat kertas kerja
sebagaimana format dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
Nomor S-642/PJ.04/2012 tanggal 1 Maret 2012 tentang Pembuatan
Kertas Kerja Piutang PBB Khusus Buku IV dan V Sektor P2.
|
|
3.
|
Penggolongan kualitas piutang
pajak dan penghitungan penyisihan piutang pajak mengacu pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2012 tentang Penggolongan
Kualitas Piutang Pajak dan Cara Penghitungan Penyisihan Piutang Pajak;
|
4.
|
Nilai kualitas piutang pajak,
penyisihan piutang pajak yang tidak dapat ditagih dan nilai piutang
pajak yang dilaporkan sebagai piutang daluwarsa dalam Laporan Umur,
Kriteria Kualitas, Penyisihan, Usulan Penghapusan & Penghapusan
Piutang Pajak (L-04.17) wajib didukung dengan kertas kerja
penyisihan piutang pajak;
|
5.
|
Kanwil DJP agar melakukan
pelatihan/bimbingan teknis kepada pelaksana administrasi piutang
pajak di KPP secara periodik agar pengetahuan dan kemampuan terkait
dengan pengelolaan data piutang pajak untuk penyusunan laporan
keuangan dapat ditingkatkan;
|
6.
|
Kanwil DJP melakukan reviu
administrasi piutang pajak atas laporan rutin penagihan pajak yang
dilaporkan oleh KPP di lingkungan kerjanya setiap triwulan
untuk memudahkan pelaksanaan rekonsiliasi piutang pajak per
semester;
|
7.
|
Kanwil DJP menyampaikan hasil
reviu administrasi piutang pajak sebagaimana angka 5 (lima) di atas
kepada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada saat
pelaksanaan rekonsiliasi piutang pajak per semester dengan mengacu
pada format Laporan Reviu Administrasi Piutang Pajak dalam Surat
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-52/PJ.04/2012 tanggal 9
Januari 2012 tentang Persiapan Rekonsiliasi Piutang Pajak untuk
Penyusunan Laporan Keuangan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak
Tahun Anggaran 2011.
|
|
D.
|
Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT
dan/atau STP
Dalam rangka persiapan pelaksanaan pemutakhiran data piutang, penerbitan
kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP terhadap ketetapan yang disampaikan
melalui Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-281/PJ.04/2011
dan ketetapan yang memenuhi persyaratan untuk diterbitkan kembali agar
diselesaikan.
|
E.
|
Pemutakhiran Data Piutang
Dalam rangka Pemutakhiran Data Piutang Pajak :
1.
|
Diminta kepada KPP untuk
melakukan verifikasi terhadap akurasi piutang pajak yang terdapat
dalam SIDJP/SIPMOD dan inventarisasi berkas pendukungnya
sebelum pemutakhiran data piutang dilaksanakan sesuai dengan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-86/PJ/2012 tentang
Pelaksanaan Pemutakhiran piutang Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
|
2.
|
Tim Pemeliharaan Basis Data
PBB dalam Rangka Pemutakhiran Data Piutang PBB Sektor Perdesaan dan
Perkotaan dan Seksi PDI harus memastikan seluruh penerimaan PBB P2
telah tercatat dalam basis data SISMIOP sesuai dengan kegiatan
pemeliharaan basis data dalam rangka pemutakhiran piutang PBB P2
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2012;
|
3.
|
Kepala KPP memantau dan
mengkoordinasikan kerja sama antar seksi dalam kaitannya dengan
kebutuhan data dalam rangka terwujudnya proses akurasi data piutang
tersebut.
|
|
F.
|
Persiapan Pengalihan PBB Sektor
Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
1.
|
Persiapan Pengalihan PBB P2
dilakukan dengan sepenuhnya mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-61/PJ/2011 tanggal 17 Desember 2011 tentang
Tata Cara Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan Sebagai Pajak Daerah dan aturan pelaksanaannya;
|
2.
|
Dalam rangka meningkatkan
keakuratan dan validitas data piutang PBB P2 serta memastikan
kelancaran pada saat pengalihan piutang PBB P2 kepada
pemerintah kabupaten/kota, diminta kepada KPP dan Kanwil DJP
berkoordinasi dengan pihak pemerintah kabupaten/kota, Bank/Pos
Tempat Pembayaran, Bank Persepsi, KPPN, dan pihak-pihak terkait
lainnya untuk melakukan pemeliharaan basis data dalam
rangka pemutakhiran piutang PBB P2 sesuai dengan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ/2012.
|
|
G.
|
Prosedur Migrasi Berkas Wajib
Pajak Pindah
1.
|
Dalam hal terdapat Wajib Pajak
pindah, maka Kanwil DJP/KPP tetap harus memperhatikan prosedur
administrasi untuk Wajib Pajak pindah dilakukan sesuai dengan Surat
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan nomor S-14/PJ.045/2007 tanggal
25 Januari 2007 dan S-33/PJ.045/2008 tanggal 2 April 2008;
|
2.
|
Khusus terhadap pemindahan
Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di bidang minyak
dan gas bumi ke KPP khusus untuk pertambangan, maka KPP
harus mempersiapkan berkas penagihan secara lengkap dan
memperhatikan secara seksama rumusan dalam Kontrak Kerja Sama untuk
memastikan pengakuan piutang pajak telah sesuai dengan undang-undang
perpajakan yang diatur dalam KKS karena KKS tersebut khusus (lex
specialis).
|
|
H.
|
Pengawasan Ketetapan Mulai Tahun
Pajak 2008 dan Seterusnya
Untuk mengantisipasi tidak terpantaunya nilai piutang yang disetujui namun
belum dilunasi oleh Wajib Pajak pada saat jatuh tempo dan atau nilai
yang tidak setujui yang belum dilunasi pada saat jatuh tempo pengajuan
upaya hukum dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak ternyata tidak mengajukan
upaya hukum, maka sangat penting dilakukan pengawasan atas hal
tersebut sebagaimana diatur dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan Nomor S-643/PJ.04/2011 tanggal 8 Juli 2011 tentang Panduan
Penerapan SPI dalam Penyusunan Laporan Perkembangan Piutang Pajak.
1.
|
KPP setiap bulan wajib
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a.
|
Memantau dan mengawasi nilai
yang disetujui oleh Wajib Pajak yang sudah jatuh tempo, namun
belum ada pembayaran, untuk segera melakukan tindakan penagihan;
|
b.
|
Memantau dan mengawasi upaya
hukum yang tidak dilakukan oleh Wajib Pajak atas nilai yang tidak
disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya hukum dimaksud
sudah berakhir, untuk segera mempersiapkan dan melakukan tindakan
penagihan;
|
c.
|
Memantau dan mengawasi upaya
hukum yang sedang/telah dilakukan oleh Wajib Pajak atas nilai yang
tidak disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya hukum
dimaksud masih berlaku, untuk tidak/belum melakukan
tindakan Penagihan;
|
d.
|
Untuk informasi daftar Wajib
Pajak yang mengajukan banding dapat diperoleh secara lengkap pada
situs Sekretariat Pengadilan Pajak dengan
alamat www.setpp.depkeu.go.id pada menu berkas. Pencarian dapat
dilakukan berdasarkan NPWP, nama Wajib Pajak, Jenis Pajak, dan
Nomor Sengketa Pajak.
|
|
2.
|
Kanwil DJP setiap bulan wajib
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a.
|
Melakukan koordinasi dengan
Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding untuk memperoleh data
banding, keberatan dan non keberatan (pembetulan, pengurangan,
penghapusan dan pembatalan);
|
b.
|
Sesuai dengan data hasil
koordinasi sebagaimana pada huruf a di atas, Kanwil DJP
menyampaikannya ke Seksi Penagihan di masing-masing KPP
yang bersangkutan untuk ditindaklanjuti; dan
|
c.
|
Mengingatkan secara berkala
pada semua KPP di wilayah kerjanya atas piutang-piutang tersebut di
atas yang tidak terpantau dan/atau sudah jatuh tempo baik jatuh
tempo pelunasan maupun jatuh tempo pengajuan upaya hukum
untuk segera dilakukan tindakan penagihan.
|
|
|
|
IV.
|
Evaluasi Kinerja Penagihan
Sebagai salah satu bentuk konkret fungsi pengawasan dan koordinasi, Kanwil
DJP wajib menyusun evaluasi dan analisis kinerja penagihan seluruh KPP
di wilayah kerjanya setiap triwulan, dengan ketentuan sebagai berikut :
A.
|
Terdiri dari 4 (empat) pokok
bahasan sebagai berikut :
1.
Evaluasi Tertib Administrasi;
2.
Evaluasi Realisasi Pencairan
Piutang Pajak;
3.
Evaluasi Kegiatan Penagihan; dan
4.
Evaluasi Penerbitan Kembali
SKPKB, SKPKBT dan/atau STP.
|
B.
|
Untuk evaluasi realisasi pencairan
piutang pajak, kinerja yang akan dievaluasi adalah realisasi pencairan
piutang atas ketetapan yang telah jatuh tempo dan sudah dilakukan
tindakan penagihan;
|
C.
|
Untuk evaluasi kegiatan
penagihan, agar diberi keterangan atas tindakan penagihan yang
telah dilakukan untuk piutang pajak yang sudah berumur lima (5) tahun
atau lebih;
|
D.
|
Evaluasi tersebut dibuat sesuai
dengan format pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-36/PJ/2011 tentang
Kebijakan Penagihan Pajak dan dikirimkan ke Direktorat Pemeriksaan dan
Penagihan dalam bentuk softcopy maupun hardcopy setiap tanggal 15
bulan berikutnya setelah berakhir masing-masing triwulan.
|
Dari evaluasi dan analisis kinerja penagihan setiap KPP di
bawahnya tersebut, maka Kanwil DJP dapat memantau, memetakan permasalahan,
dan memberikan peringatan dan/atau bimbingan penagihan yang tepat,
sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung
terlaksananya tujuan dan kebijakan penagihan secara efektif dan efisien.
|
V.
|
Dukungan Penagihan
A.
|
Koordinasi dengan Pihak-Pihak
Terkait
1.
|
Dalam hal terdapat
permasalahan hukum terkait dengan pelaksanaan tindakan penagihan,
KPP agar segera melakukan koordinasi dengan Kepala Seksi
Bimbingan Penagihan dan Kepala Subbagian Bantuan Hukum dan Pelaporan
di Kanwil DJP atasannya;
|
2.
|
Dalam rangka pembuatan profil
Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau pengumpulan informasi lain terkait
kemampuan membayar Wajib Pajak/Penanggung Pajak, maka Seksi
Penagihan :
a.
|
melakukan koordinasi dengan
Seksi Pelayanan, Seksi Pemeriksaan, Seksi Pengawasan dan
Konsultasi, fungsional pemeriksa dan Account Representative;
|
b.
|
mengoptimalkan sistem
informasi dalam pencarian data Wajib Pajak/Penanggung Pajak misalnya
memanfaatkan menu DPO (Daftar Pencarian Orang) yang ada di Seksi
Pelayanan.
|
c.
|
meminta salinan SPT PPh
Orang Pribadi/Badan, dalam hal Penanggung Pajak terdaftar pada KPP
lain dalam rangka tindakan penagihan.
|
|
3.
|
Dalam hal kebutuhan akan
informasi upaya hukum maka perlu dilakukan koordinasi berkelanjutan
dengan seksi Pelayanan di KPP dan bidang Pengurangan, Keberatan
dan Banding di Kanwil DJP atasannya;
|
4.
|
Dalam hal informasi umum
maupun informasi lain yang lebih rinci, maka perlu
dilakukan koordinasi berkelanjutan dengan seksi Pelayanan dan pihak
Account Representative di seksi Pengawasan dan Konsultasi;
|
5.
|
KPP dan Kanwil DJP
meningkatkan koordinasi lokal/regional dengan instansi terkait untuk
kelancaran kegiatan penagihan berdasarkan prinsip kebersamaan tugas,
antara lain dengan berlandaskan Nota Kesepahaman (MoU) antara
Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi terkait, dengan tetap
memperhatikan ketentuan Pasal 34 UU KUP.
|
|
B.
|
Kebutuhan Sumber Daya Manusia
1.
|
KPP agar mengalokasikan
minimal 2 (dua) pegawai yang memiliki keahlian dalam pengolahan data
untuk mendukung administasi piutang pajak dan pelaporan
penagihan pajak termasuk pemberkasan;
|
2.
|
Jumlah Jurusita Pajak minimal
:
a.
|
3 (tiga) orang untuk KPP di
wilayah Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus
dan KPP Madya;
|
b.
|
2 (dua) orang untuk KPP
Pratama dengan memperhatikan luas wilayah kerja dan jumlah
piutang.
|
|
3.
|
Dalam hal terjadi mutasi
Jurusita Pajak dan petugas administrasi piutang pajak,
maka diwajibkan :
a.
|
kepada Jurusita Pajak dan
Petugas administrasi piutang pajak untuk membuat memori alih
tugas;
|
b.
|
kepada Petugas administrasi
piutang pajak yang lama untuk memberikan pelatihan (transfer
knowledge) kepada petugas administrasi piutang pajak yang baru.
|
|
4.
|
Dalam hal terjadi mutasi
Kepala Seksi Penagihan, Kertas Kerja Penagihan (KKP) merupakan
bagian yang dimasukkan dalam memori alih tugas.
|
|
C.
|
Seragam Jurusita Pajak
1.
Kanwil DJP menginstruksikan
kembali kepada KPP di wilayahnya untuk mengadakan seragam Jurusita
Pajak tahun 2012 dengan desain sebagaimana terdapat dalam Lampiran II
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2011dilengkapi dengan
tanda pengenal khusus Jurusita Pajak Negara;
2.
KPP mengalokasikan dan
merealisasikan anggaran dalam DIPA KPP tahun 2012 untuk biaya
pengadaan 2 (dua) seragam Jurusita Pajak dan tanda pengenal untuk
masing- masing Jurusita Pajaknya.
|
D.
|
Biaya Penagihan
a.
KPP agar dapat mengalokasikan
dana dari Biaya Koordinasi untuk mendukung pelaksanaan tindakan
penagihan;
b.
KPP mengalokasikan biaya
perjalanan dinas dalam rangka tindakan penagihan, dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 1 ayat (5) dan ayat (10) Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang
Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai
Negeri, dan Pegawai Tetap
|
|
1 komentar:
izin copas gan
Posting Komentar