Indahnya Berbagi

Senin, 18 Juni 2012

Penatausahaan Piutang PNBP


Penatausahaan Piutang PNBP (PER-85/PB/2011)

 Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: PER-85/PB/2011 tanggal 05 Desember 2011 tentang Penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

Pada pasal 2 perihal Ruang Lingkup Penatausahaan disebutkan bahwa:
1)    Penatausahaan piutang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang diatur dalam Perturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini meliputi:
1.     Penatausahaan SPn, Surat Penagihan Kedua dan Surat Penagihan ketiga;
2.     Penatausahaan Surat Pemindahan Penagihan Piutang PNBP;
3.     Penatausahaan SKTL.
2)    Piutang PNBP yang diatur dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini adalah Piutang PNBP yang diselesaikan sendiri oleh Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.
3)    PNBP yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini adalah jenis PNBP yang berlaku umum di semua Kementerian Negara/Lembaga.
4)    Jenis PNBP yang berlaku umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi:
1.     Penerimaan pengembalian belanja;
2.     Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara;
3.     Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara;
4.     Penerimaan hasil penyimpanan uang negara/jasa giro;
5.     Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan);
6.     Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah;
7.     Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang; dan
8.     Penerimaan PNBP yang berlaku umum lainnya.

Pada pasal 3 perihal Prinsip Dasar disebutkan bahwa:
1)    Setiap Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga wajib melaksanakan penatausahaan piutang PNBP yang menjadi tanggungjawabnya.
2)    Penatausahaan  piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan agar setiap piutang PNBP dapat diselesaikan seluruhnya secara tepat waktu.

Pada pasal 4 perihal Unit Penatausahaan Piutang PNBP disebutkan bahwa:
1)    Dalam rangka melaksanakan penatausahaan piutang PNBP, Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga membentuk Unit Penatausahaan Piutang PNBP.
2)    Unit Penatausahaan Piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
1.     Unit Operasional;
2.     Unit Administrasi; dan
3.     Unit Pembukuan.
3)    Masing-masing Unit Penatausahaan Piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh satu atau beberapa petugas sesuai dengan besar kecilnya organisasi dan transaksi yang ditangani.
4)    Unit Penatausahaan Piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk setelah diketahui timbulnya piutang PNBP.
5)    Pembentukan Unit Penatausahaan Piutang PNBP ditetapkan dalam Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Satuan Kerja dan tidak terikat dengan tahun anggaran.

Pada pasal 5 dan pasal 6 perihal Penatausahaan Surat Penagihan (SPn) disebutkan bahwa:
1)    SPn wajib diterbitkan untuk setiap timbulnya piutang PNBP.
2)    Timbulnya piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila:
1.     Penyetoran penerimaan PNBP ditetapkan secara angsuran;
2.     Wajib bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum melunasi penyetoran penerimaan PNBP yang menjadi tanggungjawabnya.
3)    Penerbitan SPn atas piutang PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan dokumen-dokumen:
1.     Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Negara kepada bendahara;
2.     Surat Keputusan Pengenaan Ganti Kerugian Negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara;
3.     Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tentang Sewa Beli Rumah Negara;
4.     Surat Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Pembebanan Kerugian Negara kepada bendahara;
5.     Surat Keputusan Penghunian Rumah Dinas/Negeri atau Surat Izin Penghunian Rumah Dinas/Negeri yang diterbitkan pejabat yang berwenang;
6.     SKPP yang memuat adanya utang/sisa utang kepada negara;
7.     SPM/SP2D persekot gaji;
8.     Surat Keputusan mengenai pengembalian kelebihan belanja;
9.     Dokumen lain yang dapat mengakibatkan terjadinya piutang PNBP.
4)    SPn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai surat penagihan pertama.
5)    SPn diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak timbulnya piutang PNBP sebagaimana ayat (2).
dan pada pasal 6 disebutkan bahwa:
Pembayaran Piutang PNBP secara angsuran dari Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dilaksanakan dengan memperhitungkan piutang melalui pemotongan gaji.

Pada pasal 7 perihal Penatausahaan Kartu Piutang disebutkan bahwa:
1)    Piutang PNBP yang telah diterbitkan SPn harus dicatat dalam Kartu Piutang.
2)    Kartu Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat per SPn yang memuat paling kurang jumlah piutang, mutasi dan saldo piutang masing-masing pihak terutang.
3)    Petugas pada unit pembukuan melaksanakan  pencatatan piutang ke dalam Kartu Piutang berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3), SPn, bukti setoran piutang atau bukti pemotongan piutang, SKTL atau Surat Keputusan Penghapusan Piutang dari Presiden/Menteri Keuangan dan dokumen lainnya yang menyebabkan perubahan posisi piutang PNBP.
4)    Kartu Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No: PER-85/PB/2011.

Pada pasal 8 perihal Penerbitan Surat Penagihan Kedua disebutkan bahwa:
1)    Setiap kewajiban penyetoran atas piutang PNBP sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran pada SPn yang belum diselesaikan penyetorannya, pihak terutang wajib diberikan Surat Penagihan Kedua.

Pada pasal 9 perihal Penerbitan Surat Penagihan Ketiga disebutkan bahwa:
1)    Dalam hal sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran setelah diberikan Surat Penagihan Kedua pihak terutang belum melakukan pembayaran, diterbitkan Surat Penagihan Ketiga sebagai surat penagihan terakhir.

Pada pasal 10 perihal Penyerahan Pengurusan Piutang PNBP disebutkan bahwa:
1)    Dalam hal sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran setelah diberikan Surat Penagihan Ketiga (terakhir), pihak terutang belum melakukan pembayaran, dilakukan penyerahan pengurusan piutang PNBP kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pada pasal 11 perihal Penatausahaan Sewa Rumah Dinas Negeri disebutkan bahwa:
1)    Setiap penghunian rumah dinas/negeri diterbitkan SPn berdasarkan Surat Keputusan Penghunian Rumah Dinas/Negeri oleh pejabat yang berwenang, dengan memperhatikan  tarif yang telah ditetapkan.
2)    Dalam hal Surat Keputusan Penghunian Rumah Dinas/Negeri belum diterbitkan, sewa rumah dapat dipungut berdasarkan Surat Izin Penghunian Rumah Dinas/Negeri yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.
3)    Pembayaran sewa rumah dinas/negeri dilaukan melalui pemotongan gaji oleh PPABP Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga bersangkutan.
4)    Setiap pembayaran sewa rumah dinas/negeri ditatausahakan dalam Kartu Piutang.
5)    Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan laporan pembayaran sewa rumah dinas/negeri kepada Menteri/Pimpinan Lembaga secara berjenjang.

Pada pasal 12 dan pasal 13 perihal Pemindahan Penagihan Piutang PNBP disebutkan bahwa:
1)    Apabila pegawai negeri yang masih memiliki tunggakan/kewajiban membayar utang kepada negara pindah Satuan Kerja, pengurusan penagihan piutang pegawai negeri dimaksud dipindahkan dari Satuan Kerja Lama ke Satuan Kerja Baru.
2)    Pemindahan pengurusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara menerbitkan Surat Pemindahan Penagihan Piutang PNBP .
dan pada pasal 13 disebutkan bahwa:
Sebelum menerbitkan Surat Pemindahan Penagihan Piutang PNBP, Satuan Kerja wajib melakukan konfirmasi kebenaran setoran piutang PNBP kepada KPPN atas setiap piutang PNBP yang dipindahkan.

Pada pasal 14 perihal Penatausahaan Piutang PNBP untuk Pegawai Pensiun disebutkan bahwa:
1)    Apabila pegawai negeri yang masih memiliki tunggakan/kewajiban membayar utang kepada negara telah memasuki batas usia pensiun, pelunasan piutang dilakukan paling lambat sebelum pembayaran gaji terakhir bersangkutan.
2)    Apabila pegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat melunasi kewajiban pembayaran utang kepada negara, pelunasan piutang dilakukan:
1.     melalui pemotongan pembayaran pensiun pegawai bersangkutan atau
2.     disetor sendiri ke Kas Negara.
3)    Dalam hal penyelesaian piutang PNBP dilakukan melalui pemotongan pembayaran pensiun, Satuan Kerja menyampaikan surat pemberitahuan kepada cabang PT. Taspen (Persero) /PT. Asabri (Persero) yang menjadi tempat pembayaran uang pensiun pegawai yang bersangkutan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah penerbitan SKPP Pensiun.
4)    Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan:
1.     copy SKPP Pensiun pegawai yang bersangkutan;
2.     copy SPn pegawai yang bersangkutan.
5)    Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan lampiran pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai dasar PT. Taspen (Persero) /PT. Asabri (Persero) dalam melakukan pemotongan uang pensiun.
6)    Cabang PT. Taspen (Persero) /PT. Asabri (Persero) paling lambat 2 (dua)  hari kerja setelah pemotongan, menyetorkan hasil pemotongan uang pensiun atas piutang PNBP ke Kas Negara.
7)    Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat digabung untuk setiap Satuan Kerja.
8)    Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penyetoran, cabang PT. Taspen (Persero) /PT. Asabri (Persero) melaporkan kepada Satuan Kerja penerbit SKPP Pensiun dilampiri dengan copy SSBP dan rincian per orang dalam hal penyetoran piutang digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
9)    Berdasarkan laporan dari Cabang PT. Taspen (Persero) /PT. Asabri (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat(8), petugas pada unit pembukuan menatausahakan setoran piutang pada Kartu Piutang.

Pada Pasal 16 dan pasal 17 perihal Penerbitan SKTL disebutkan bahwa:
1)    Setiap penyelesaian/pelunasan piutang PNBP yang pembayarannya dilakukan tidak sekaligus atau secara angsuran, Satuan Kerja wajib menerbitkan SKTL (Surat Keterangan Tanda Lunas).
2)    Dalam hal penyelesaian/pelunasan piutang PNBP yang pembayarannya dilakukan sekaligus, SSBP dijadikan sebagai bukti pelunasan.
3)    Dalam rangka penerbitan SKTL, petugas pada unit Pembukuan Satuan Kerja wajib mengkonfirmasi kebenaran setoran piutang PNBP kepada KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara).
4)    Konfirmasi kebenaran setoran piutang PNBP dalam rangka penerbitan SKTL diatur sebagai berikut:
1.     Untuk piutang PNBP yang jangka waktu pembayarannya ditetapkan kurang dari 1 (satu) tahun, konfirmasi kebenaran atas setoran dilakukan sebelum penerbitan SKTL.
2.     Untuk piutang PNBP yang jangka waktu pembayarannya ditetapkan lebih dari 1 (satu) tahun, konfirmasi kebenaran atas setoran dilakukan setiap 1 (satu) tahun.
dan pada pasal 17 disebutkan bahwa:
1)    Tata cara penerbitan SKTL dilaksanakan sebagai berikut:
1.     Petugas pada Unit Pembukuan melakukan konfirmasi kebenaran setoran piutang PNBP apabila terdapat setoran piutang PNBP yang belum dikonfirmasi ke KPPN;
2.     Petugas pada Unit Pembukuan memberitahukan kepada petugas pada Unit Operasional atas piutang PNBP yang telah lunas dilampiri dengan:
1)    Asli dokumen transaksi;
2)    Hasil konfirmasi; dan
3)    Kartu Piutang.
1.     Petugas pada Unit Operasional melakukan pengujian dengan cara membandingkan dokumen transaksi, hasil konfirmasi dan catatan pada Kartu Piutang;
2.     Pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf c, termasuk pengenaan denda dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran piutang;
3.     Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada huruf d dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan;
4.     Dalam hal terdapat perbedaan pencatatan data antara kartu piutang dengan hasil konfirmasi, data yang dipergunakan adalah data pembayaran piutang PNBP berdasarkan hasil konfirmasi;
5.     Berdasarkan dokumen transaksi, hasil konfirmasi dan Kartu Piutang, petugas pada Unit Operasional menerbitkan SKTL yang ditandatangani oleh Kepala Satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga.
2)    SKTL dapat digunakan sebagai dasar pemindahan hak oleh pihak yang terutang.
3)    SKTL dibuat dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan:
1.     Lembar pertama disampaikan kepada yang bersangkutan;
2.     Lembar kedua sebagai pertinggal.
4)    SKTL diterbitkan sesuai dengan format lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.

Pada pasal 20 perihal Ketentuan Peralihan disebutkan bahwa:
Terhadap setoran piutang PNBP sebelum tahun 2011 yang belum dikonfirmasi kebenarannya, Satuan Kerja mengajukan konfirmasi atas seluruh setoran piutang PNBP dimaksud kepada KPPN paling lambat 30 Juni 2012.

Pada pasal 21 disebutkan bahwa:
Dalam hal piutang PNBP berasal dari pendapatan Sewa Beli Rumah Negara Golongan III, pelaksanaan penatausahaan piutang PNBP termasuk penerbitan SKTL dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya sesuai peraturan perundang-undangan.

Akuntansi dan Pelaporan piutang PNBP berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No:PER-02/PB/2007 tentang Pedoman Penatausahaan dan Akuntansi Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak.


Sumber: http://karya2011.wordpress.com/2012/03/03/penatausahaan-piutang-pnbp-per-85pb2011-2/

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India