KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 561/KMK.04/2000
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN
PELAKSANAAN SURAT PAKSA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10A
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000,
perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Tata
Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan
Sekaligus, dan Pelaksanaan Surat Paksa;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
3987);
3. Keputusan Presiden Nomor
234/M Tahun 2000;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN
PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS
DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA.
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri
Keuangan ini yang dimaksud dengan :
1. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar
Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah
disita.
2. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan
memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat
Penentuan Harga Limit, Pembatalan
Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang
diperlukan untuk Penagihan Pajak sehubungan
dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau
seluruh utang pajak menurut undang-undang
dan peraturan daerah.
3. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat
untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk
melunasi utang pajaknya.
4. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan
Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita
Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran yang meliputi
seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan
Tahun Pajak.
5. Surat Paksa adalah surat
perintah membayar utang pajak dan biaya Penagihan Pajak.
6. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan Penagihan Pajak
yang meliputi Penagihan Seketika dan
Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan
penyanderaan.
7. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, termasuk Bea Masuk dan Cukai.
Pasal 2
Menteri Keuangan menunjuk :
a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pejabat untuk
penagihan Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai
Pejabat untuk penagihan Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pasal 3
Pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak.
Pasal 4
(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak melaksanakan tindakan
penagihan apabila pajak yang terutang
sebagaimana yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah
jatuh tempo.
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
melaksanakan tindakan penagihan apabila pajak
yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan
Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP),
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(STB), Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah, tidak
atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak apabila diminta oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan dapat melaksanakan tindakan Penagihan Pajak untuk
jenis pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), demikian pula sebaliknya Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dapat
melaksanakan tindakan Penagihan Pajak untuk jenis pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 5
(1) Tindakan pelaksanaan Penagihan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 diawali dengan
penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain
yang sejenis oleh Pejabat atau kuasa yang
ditunjuk oleh Pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari sejak
saat jatuh tempo pembayaran.
(2) Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
diterbitkan terhadap Penanggung Pajak
yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajaknya.
Pasal 6
Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak
dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu
21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat
Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.
Pasal 7
(1) Jurusita Pajak melaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika
dan Sekaligus yang diterbitkan oleh
Pejabat apabila :
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki
atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau
pekerjaan yang dilakukannya di
Indonesia;
c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan
membubarkan badan usahanya, atau
menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan
perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan
perubahan bentuk lainnya;
d. badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau
e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh
pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan.
(2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
sekurang-kurangnya memuat :
a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung
Pajak;
b. besarnya utang pajak;
c. perintah untuk membayar; dan
d. saat pelunasan pajak.
Pasal 8
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan
oleh Pejabat :
a. sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;
b. tanpa didahului Surat Teguran;
c. sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak
Surat Teguran diterbitkan; atau
d. sebelum penerbitan Surat Paksa.
Pasal 9
Surat Paksa diterbitkan apabila :
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan
kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
b. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan
Seketika dan Sekaligus; atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan
angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Pasal 10
(1) Surat Paksa
diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan
Surat Paksa
kepada Penanggung Pajak.
(2) Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang
sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan
Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama
yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
Pasal 11
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh
Jurusita Pajak kepada :
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di
tempat lain yang memungkinkan;
b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang
bekerja di tempat usaha Penanggung
Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak
dapat dijumpai;
c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang
mengurus harta peninggalannya, apabila
Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum
dibagi; atau
d. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal
dunia dan harta warisan telah dibagi.
Pasal 12
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita
Pajak kepada :
a. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung
jawab, pemilik modal, baik di tempat
kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka
maupun di tempat lain yang
memungkinkan; atau
b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan
yang bersangkutan apabila Jurusita
Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
Pasal 13
(1) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa
diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas
atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat
Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani
untuk melakukan pemberesan, atau
likuidator.
(2) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk menjalankan hak
dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan
kepada penerima kuasa dimaksud.
(3) Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 12 tidak dapat
dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah
Daerah setempat.
(4) Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak
diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau
tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan
dengan cara menempelkan Surat Paksa
pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya,
mengumumkan melalui media massa,
atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
Pasal 14
(1) Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar
wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta
bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi
tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali
ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(2) Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib membantu dan
memberitahukan tindakan yang teIah dilaksanakannya kepada
Pejabat yang meminta bantuan.
(3) Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 menolak
untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan
Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya
dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau
menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa
dianggap telah diberitahukan.
Pasal 15
(1) Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat
atau sebab lain, Surat Paksa pengganti dapat
diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan.
(2) Surat Paksa pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) mempunyai kekuatan eksekutorial dan
kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.
Pasal 16
(1) Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan
atau penggantian kepada Pejabat
terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat
lain yang sejenis, dan Surat Paksa yang
dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.
(2) Pejabat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
sejak tanggal diterima permohonan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memberi
keputusan atas permohonan yang diajukan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) Pejabat tidak memberikan
keputusan, permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan
dan penagihan ditunda untuk
sementara waktu.
(4) Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,
dan Surat Paksa yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan atau kekeliruan.
(5) Tindakan pelaksanaan Penagihan Pajak dilanjutkan
setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh
Pejabat.
Pasal 17
Pengajuan keberatan oleh
Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.
Pasal 18
Ketentuan penagihan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam Rangka
Impor dengan surat paksa diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.
Pasal 19
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku,
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.04/1998
tentang Penunjukan Pejabat untuk Penagihan Pajak Pusat,
Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan
Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 21/KMK.01/1999 kecuali
sepanjang menyangkut kepabeanan dan cukai, dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 20
Keputusan Menteri Keuangan
ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Keputusan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Desember 2000
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PRIJADI PRAPTOSUHARDJO
1 komentar:
trueblue casino - Agen Situs Judi Slot Online Terpercaya 10cric login 10cric login クイーンカジノ クイーンカジノ 카지노 카지노 760Betway: Buy your ticket for a huge payout when you lose - ThTopBet
Posting Komentar